Tuesday, April 17, 2012

Kapal kayu legendaris, PINISI dan...

Masih dirubrik yang sama, dari koran Jawa Pos, Rabu 11 April 2012, dibahas mengenai kapal-kapal kayu legendaris yang menjadi pesaing kapal PINISI. Klo di korannya sih disebutkan cuman ada 2 kapal legendaris lain selain PINISI, yang satu dari Spanyol, yang satunya dari China. Tapi nanti coba ane telusuri lagi dari mbah Google, masa sih cuman ada 3 kapal kayu yang ada di dunia ini..

Pertama, kapal Galleon yang merupakan kapal penjelajah dan kapal perang yang dibuat pada abad ke-15 oleh Spanyol. Ukurannya besar karena harus membawa meriam dan amunisi. Saat ini sudah tidak diproduksi lagi karena tidak ada yang bisa membuatnya. Kalaupun ada, hanya miniaturnya saja.
Galleon, Spain
Kapal Jung dari Tiongkok, adalah karya abad ke-15. Ciri khasnya terlihat dari penggunaan tiga tiang dan bentuk lembar layar persegi. Saat ini, Tiongkok tidak lagi memproduksi kapal kayu besar karena kesulitan bahan dan tenaga ahli.
Jung, Tiongkok
Pinisi menjadi satu-satunya kapal kayu besar yang masih diproduksi sampai sekarang. Para ahli, bahan baku dan permintaan masih terus mengalir. Jika dibandingkan dengan kapal Galleon dan Jung, kapal Pinisi berukuran lebih kecil karena bukan berfungsi sebagai kapal perang, melainkan kapal kargo. Kapal Pinisi menjadi legendaris karena teruji dengan menjelajahi Madagaskar, Tanjung Harapan, dan banyak daerah di wilayah Afrika pada abad ke-14.
Pinisi, Indonesia

Ritual panrita lopi ketika buat Pinisi

Panrita Lopi adalah istilah atau gelar yang sangat dihargai di masyarakat Bugis Makassar yang artinya adalah orang-orang yang memiliki keahlian membuat kapal (ya kapal, bukan perahu nelayan! Melainkan kapal yang ukurannya cukup besar). Proses pembuatan kapal yang dipimpin oleh Pranrita Lopi ini masih sangat menjaga tradisi. Tradisional bahkan cenderung tidak masuk akal ilmu pengetahuan modern. Salah satunya adalah ritual sebelum proses pembangunan kapal dimulai. Berikut ritual tradisional tersebut :

Kayu lunas dipahat atau digergaji sedikit, kemudian serabut hasil pahatan lunas kapal dikunyah oleh para pemilik dan punggawa kapal. Tujuannya, agar si pemilik dan punggawa bisa sama-sama merasakan manis dan nikmatnya hasil kapal.

Berikutnya Lunas dipotong sepanjang 25 cm, tapi potongan kayu tersebut tidak boleh sampai jatuh ke tanah.

Potongan Lunas lantas dicelupkan ke air laut dan dibawa pulang oleh pemilik kapal. Tujuannya, agar kapal tersebut tidak tenggelam dan selalu bisa kembali pada pemiliknya.

Selanjutnya kue-kue, sesaji dan makanan diletakkan di atas kayu Lunas. Peralatan pertukangan juga ikut diletakkan di kayu tersebut. Kemudian Panrita Lopi atau sesepuh punggawa memimpin doa agar alat-alat tukang tidak mencelakakan pekerja dan proses pengerjaan kapal bisa diselesaikan dengan baik.

Dan ritual diakhiri dengan makan bersama, menikmati kue, sesaji dan makanan yang disajikan di atas kayu Lunas tersebut..

*Sumber : Jawa Pos, Rabu 11 April 2012