Thursday, June 21, 2012

Kutukan SDA Indonesia

Propinsi NAD

http://harian-aceh.com/wp-content/uploads/2012/05/tuhoe-13-geulanggang-rayek-Ulah-Pesta-Pengerukan-PT-LSM-dok.-KML.jpg

Propinsi Bangka-Belitung

Sisa galian penambangan timah rakyat di pulau Bangka yang dibiarkan begitu saja

Penambangan timah inkonvensional Apung (TI Apung_red) di Pulau Bangka

Diambil dari sumber : http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=Membangun%20dengan%20Memaksimalkan%20Kerusakan%20Alam&&nomorurut_artikel=525

Kerusakan skala besar akibat penambangan di Belinyu, tepatnya daerah Mapur, dengan menggunakan dua unit alat berat, Selasa (3/1/2012). Konflik kepentingan sering terjadi antara pemilik tambang dengan rakyat, tidak terkecuali lahan sawit, seperti terjadi di daerah ini. Bangka Pos / Resvi Leba

Bekas penambangan kaolin di pulau Belitung yang dibiarkan begitu saja.


Bekas penambangan kaolin di pulau Belitung yang dibiarkan, mungkin difoto ini terlihat indah, tapi perhatikan ditepi-tepi danau. Rerumputan terlihat menghitam dan gersang.

Pulau Kalimantan

Efek yang dirasakan masyarakat Kaltim akibat penambangan sumber daya alamnya

Penambangan dan alam sekitarnya -- Kaltim

Aktivitas lokasi pertambangan di Kalimantan terpantau dari udara, rawan terjadi masalah, di antarannya kerusakan hutan, dan banjir. Biasanya mereka meninggalkan lubang besar berbentuk danau setelah isi perut bumi digali. (Banjarmasin post)

Lubang-lubang bekas galian tambang batu bara PT Kitadi* di Embalut Tenggarong Seberang Kutai Kartanegara yang kedalamannya bervariasi antara 20 – 30 meter lebih.
Kubangan Raksasa Bekas yang di tinggalkan PT KITADI* **NPU menjadi sebuah danau yang membahayakan masyarakat sekitar
sumber : http://green.kompasiana.com/penghijauan/2011/12/02/penghijauan-tambang-kalimantan-tak-kunjung-datang/

Sebuah tambang batubara di Penajam, Kalimantan

Penambangan Batubara di Kalsel

Pulau Sulawesi

Kondisi Desa Hakatutobu, Kecamatan Pomalaa, Kabupaten Kolaka yang tercemar limbah tambang nikel. Foto : Joss Hasrul/Beritakendari.com

Izin Pertambangan di Kawasan Lindung. Data hasil olahan database Jaringan Advokasi Tambang dari berbagai sumber

Kutipan berbagai sumber

Pada 2010, produksi batubara Kalimantan Timur adalah 183 juta ton, dimana 80 persennya diekspor keluar negeri. Hanya lima persen yang digunakan untuk kebutuhan Kalimantan. Sementara, di sekitar kawasan pengerukan batubara di Kalimantan, listrik hanya menyala 12 jam dalam seharinya.

Di Kabupaten Kutai Kartanegara, tambah Merah, sudah ada 31 lubang berisi air asam tambang yang luasannya mencapai 838 hektar dan ditinggalkan begitu saja. Di Kota Samarinda, tercatat 839 hektar luasan lubang dan bongkaran tanah yang juga ditelantarkan oleh perusahaan tambang.

Tak hanya itu, sebanyak 10.204 kepala keluarga pada empat kecamatan di Samarinda, yaitu Samarinda Ulu, Ilir, Utara, dan Sungai Kunjang, selalu dilanda banjir. Tiap tahun, kawasan banjir meluas dari 29 titik menjadi 35 titik. Penyebab utamanya adalah perubahan bentang alam kota Samarinda akibat operasi pertambangan batubara. Sekitar 71 persen dari luas Kota Samarinda telah dikapling oleh tambang batubara.

Manajer Program Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nusa Tenggara Timur (NTT) Herry Naif di Kupang, NTT, Kamis (10/6), seusai memantau lapangan selama dua pekan di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, dan Kabupaten Kupang, mengatakan, penambangan mangan yang dilakukan sejak Juli 2008 hingga hari ini sudah sangat merusak lingkungan.

Kerusakan yang tergolong parah itu, antara lain, berada di Kilometer 9 Kefamenanu yang disebut pasar mangan, Sulamu, dan Amfoang di Kabupaten Kupang, Haliwen di Kabupaten Belu, dan Naioni di Kota Kupang. ”Sejumlah wilayah hutan lindung, kawasan hutan keramat (tempat sesajian kepada leluhur), dan hutan cagar alam Mutis pun dirambah, sedangkan tanahnya digali. Struktur tanah di wilayah ini yang sebelumnya datar dan ditutupi hutan savana kini gundul dan berlekak-lekuk akibat galian,” tambah Naif.

Ironi

Sejumlah negara mampu mentransformasi kekayaan menjadi mesin pelumas perekonomian yang membuat masyarakatnya kaya dan sejahtera. Mari kita telisik Arab Saudi dan juga Qatar atau Dubai misalnya. Penemuan minyak di negara-negara tersebut mampu mentransformasi padang gurun menjadi gedung-gedung beton bertingkat dan infrastruktur mengagumkan lainnya. Perputaran roda ekonomi berlangsung sangat cepat dan pertumbuhan indeks pembangunan manusia (HDI) negara-negara tersebut mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Negara lainnya yang patut mendapatkan applaus adalah Brunei Darussalam, Malaysia, dsb.

Hal yang berbeda terjadi di Indonesia dan sejumlah negara miskin dan berkembang seperti sejumlah negara-negara di Afrika dan juga Timur Tengah. Kekayaan alam di negara-negara ini bukannya menyalurkan kesejahteraan ke tangan masyarakatnya, justru menjadi biang keladi bagi kemiskinan yang semakin merajalela.

Secara makro, pendapatan dari sektor ekstraktif tersebut memang berkontribusi bagi stabilitas angka-angka di deretan kolom APBN, tapi secara mikro, kekayaan tersebut ibarat racun bagi masyarakat lokal yang tinggal di sekitar tambang.  Ada segudang penjelasan mengapa kekayaan alam tersebut tidak bisa ditransformasi menjadi kesejahteraan masyarakat. Salah satu jawabannya adalah pengelolaan yang serampangan serta tertutupnya akses informasi bagi masyarakat luas

Secara lebih mikro bisa kita amati di beberapa wilayah, justru kawasan-kawasan yang punya sumber daya alam melimpah terbukti memiliki HDI yang cukup rendah. Lihat saja Riau dengan produksi minyak terbesar, lalu Aceh dengan gas nya  dan Papua dengan tambang tembaga emasnya di Grasberg, ketiga daerah tersebut menjadi pusat kantong-kantong kemiskinan dan angka buta huruf cukup tinggi di Indonesia.

Fenomena tersebut acap disebut dengan kutukan sumber daya alam, atau resource curse -- Ironis..

-- Semoga 'kekayaan' sumber daya alam kita ini tidak menjadi cobaan atau bahkan ujian dari Allah tapi menjadi rahmat, barokah dan rejeki yang halal bagi seluruh masyarakatnya.. Amin.. --

No comments:

Post a Comment